Well Sunshine In Paris: my first short story :-)

     Merhaba arkadaşlarım....!!! :-) :-D
     Selamat datang, saya haturkan kepada seluruh pembaca budiman yang telah berlabuh di halaman ini. Nah, khusus di rubrik kali ini. Saya, akan memberi beberapa potongan cerpen saya yang akan diterbitkan oleh salah satu penerbit asal Pamekasan, Madura--yakni Sakha Press.
      Sebenarnya, beberapa karya tulis saya semisal cerpen dan puisi itu telah diabadikan ke dalam antologi bersama. Namun, khusus yang ini....uhuk-uhuk, I get my first royalty!!! X-D
     Berawal dari kecintaan untuk mengikuti segala event lomba, termasuk lomba menulis. Saya pun berseluncur ke dalam dunia internet dan menemukan beberapa event yang akan segera datang.
      Nah, khusus event Sakha Press ini menurut saya lumayan kece daripada event-event lainnya. Yakni, 15 besar cerpen terbaik dan novel terbaik akan dibacakan nama pengarangnya pada sebuah talk show yang ada di Jawa Timur. Wah, saya yang masih bocil (bocah cilik) ini pasti ngiler dong, ada tawaran macam gitu. Nah, akhirnya saat itu saya putuskan untuk mengikuti event ini meski terapit oleh jadwal yang padat. Super padat, bahkan.
***
     Ketika hati merasa telah mantap, ternyata membuat cerpen kali ini lumayan bertantang. Alasannya, selain deadline sudah tinggal besok hari, jumlah halamannya pun juga lumayan jumbo. Sekitar 23 halaman A4. *Toeng-toeng* Mana lagi, rasa malas juga tak henti-hentinya mendera. Namun, ya sudahlah, di jalani saja.
     Setelah melembur dari kemarin sampai malam, akhirnya cerpen yang saya buatpun jadi. Deadline masih sekitar dua jam lagi, pikir saya. Akhirnya, setelah saya submit dan lengkapi persyaratannya. Sah sudah nama saya tercantum sebagai peserta sayembara.
    Hati saya lega. Dan berusaha tawakal atas apapun hasil yang diberikan oleh Sang Maha, namun pasti kemenanganlah yang kita inginkan.
***
     Setelah menunggu, waktu pengumuman pun tiba. Secepat kilat saya buka website resmi Sakha Press, dan pemirsa....di sana....tercantum 30 nama dari kategori novel dan cerpen yang......tidak ada nama saya. :'( Waduh, gimana nih...? Enggak apa-apa, yang penting kita telah berusaha kan? *Aku RAPOPO*
***
     Rezeki Tuhan memang tak pernah keliru. Di suatu senja, tetiba saja ponsel saya berdering. Ada sms dari nomor asing, yang kira-kira nadanya seperti ini:
     "Salam, kami dari Penerbit Sakha Pressingin mengkonfirmasi mengenai naskah anda yang akan kami terbitkan. Untuk selanjutnya, kirim No Rekening anda untuk penerimaan royaltinya. Anda akan segera menerima kontrak penerbitannya. Terima kasih. Hormat kami, Sakha Press"

     Dengan tenang, saya pun mengucap hamdalah di hati dan lisan saya. Man jadda wa jadda dan pengorbanan meluangkan waktu demi menulis cerpen semi cerpan alias cerita panjang ini pun, membuahkan hasil. Dan dari 338 peserta dari seluruh Indonesia, cerpen dari bocil ini pun berhasil bertanding dengan cerpen-cerpen dari penulis yang bahkan mayoritas lebih tua dari pada dirinya. :-) Alhamdulillah.
***
     Berkumpul bersama para penulis lain yang menceritakan keindahan dunia, akhirnya terbitlah buku antologi yang diberi nama: DI BALIK BIRUNYA LANGIT NORWEGIA.
Nah, keren kan..bukunya!!! Makanya beli ya, di toko terdekat anda. Di jamin enggak menyesal dan akan mendapat banyak hikmah deh. ;-) Hehehehe.
     Well, pembaca. Berikut adalah potongan adegan-adegan cerpen saya yang berjudul: WELL SUNSHINE IN PARIS
     Silahkan membaca dan menyusuri jalanan Paris, melintasi indahnya Sungai Seine bersama syahdunya cerita cinta Reza dan Annaliese. ;-)
     Travelling is about discovering yourself and also your flaws.

Bonne lecture et profiter de votre aventure! 

*** 
 Rue Viala, adalah jalan yang sedang mereka tempuh. Dengan cuaca yang masih sama—dingin, disertai butir salju yang menutupi atap mobil yang terparkir di jalan juga atap-atap bangunan.
Tak jauh, sekitar tiga ratus lima puluh meter dari stasiun La Motte-Picquet-Grenelle, mereka mendaratkan hati pertama mereka pada sebuah museum bernama Musee d’Orsay yang mana bangunannya adalah bekas dari stasiun kereta yang tutup sekitar 39 tahun lalu. Kaca-kaca besar melekat di sisi gedung, lampu warna-warni, serta brosur dan poster-poster terpampang di depannya. Membuat gadis di samping Reza begitu antusias melihatnya.
“Saya suka seni. Jadi, saya ajak kamu ke sini dahulu.” Reza hanya mengangguk-angguk. Senang, ketika dapat melihat gadis itu tersenyum riang.
Kemudian di dalam, mata keduanya juga telah di manjakan oleh karya seni dari seniman terkenal seperti Claude Monet, Vincent van Gogh, Paul Cezanne dan Edouard Manet. Gadis bermata safir itu tak henti-hentinya memancarkan mata cemerlang, melihat dan mengagumi gambar-gambar hasil coretan Gericault, Goya, dan lukisan masa Renaissance.
Annaliese mengajak Reza agar mentas dari ruang itu, berganti dengan tempat di mana buku-buku dan karya sastra kuno mendekam. Hingga, sepatunya berdecit ketika berhadapan  dengan sebuah foto wanita tua berkacamata yang tengah menempelkan ujung pulpen pada pipi kirinya tersebut. Wislawa Szymborska, seorang penulis legendaris asal Polandia yang meraih gelar nobel di tahun 1996. Di bawah fotonya itu, terdapat bait-bait dari puisinya yang berjudul: Love at First Sight. Gadis itu nampak mengeluarkan bukunya dan mulai menulis kalimat-kalimat ciptaan Szymborska.
“Apa yang kau lakukan?”
“Ssssst!” tandasnya.
Not yet wholly ready // to transform into fate for them // it approached them, then backed off, // stood in their way // and, suppressing a giggle, // jumped to the side.
“Puisi ini bercerita bahwa orang yang ditakdirkan bersama kita, mungkin saja pernah ‘bersinggungan’ dengan kita, tapi kita tak menyadarinya. Mungkin saja kita pernah berpapasan dengannya di jalan atau anak tangga?” ujar Annaliese dengan tangan yang masih sibuk menulis.
Because they didn’t know each other earlier, they suppose that// nothing was happening between  them. // What of the streets, stairways and corridors // where they could have passed each other long ago?
“Atau, pernah bersitatap dengan kita di pintu putar dan berkata ‘permisi’ di antara keramaian?”
I’d like to ask them whether they remember— perhaps in a revolving door // ever being face to face?  // an “excuse me” in a crowd  // or a voice “wrong number” in the receiver. // But I know their answer:  // no, they don’t remember.
“Puisi ini bagus sekali Reza! Manis. Penulisnya mampu menerangkan mengenai dua orang yang ditakdirkan bersama, tetapi butuh waktu lama, karena nasib seakan ‘bermain-main’ dengan mereka.” Mata gadis itu membiaskan binar menenangkan.
Sekali lagi, Reza semakin terpana. Kemudian, tanpa diundang, kehangatan asing itu menjalari seluruh lekuk tubuhnya—terutama untuk sesuatu yang tersimpan di dalam dada, di dalam tulang rusuk. Tiba-tiba, Reza ingin agar selamanya dapat merasakan rasa seperti ini.
***
Setelah puas melihat-lihat segala sesuatu yang berhubungan dengan seni di Musee d’Orsay, Reza mengajak Annaliese ke suatu tempat, di mana gadis itu akan semakin mengenal jiwa Reza dan pendiriannya.  
“Aku mau menunjukkan kamu sesuatu,” Reza tersenyum lebar.

“Apa?”
“Itu!” Reza menunjuk pada suatu bangunan berwarna putih. Bermenara di samping kanannya, di mana lantunan merdu bernama adzan dapat terdengar dari sana.
“Masjid?” tanya Annaliese heran.
“Iya. Hari ini har Jum’at. Kewajiban sebagai muslim laki-laki adalah menunaikan salat Jum’at.”
“Ooh. Oke Reza, saya akan melihatmuu dari kejauhan. Ujar annaliese dengan senyum paling mempesona. Gadis itu duduk di bawah sebuah pohon. Di mana rerantingnya mampu memberinya naungan keteduhan yang segar. Dari jauh, ia memperhatikan Reza bersama lelaki muslim lainnya sedang meakukan gerakan salat. Entah karena apa, Annaliese ingin memasuki masjid itu. Ingin seperti mereka—merasakan kehangatan islam. Yang jelas, Reza telah memperkenalkannya dengan perasaan damai seperti ini.
Salat Jum’at selesai, dan Reza menghampiri Anna yang tengah melihat-lihat sejarah di bangunnya Grande Mosquée de Paris yang menjadi salah satu masjid paling terkenal seantero Perancis.
“Hei, lagi ngapain?” ujar Reza tersenyum.
“Eh, eng—enggak kok. Cuma lihat-lihat. Sudah selesai, salatnya?” Annaliese menjawab gugup lantaran Reza memergokinya sedang mengagumi sejarah masjid ini.
“Sudah. Setelah ini kita mau kemana lagi?”
“Kamu lapar enggak?” tawar Annaliese. Memahami bahwa saat ini adalah jam makan siang. “Saya punya tempat makan yang cocok, buat kamu.”
“Hanya cocok buat aku?”
“Iya. Kan, katanya kamu hanya bisa makan sayuran?”
“Hehe. Sebenarnya apapun mau, asalkan halal.”
“Ooh. Pasti itu juga ajaran dalam islam, ya?”
Right!” Reza mengacungkan jempolnya.
Beberapa detik kemudian, terdengar bunyi kemerucuk dari perut mereka. Mengakibatkan keduanya melepaskan tawa yang bergaung di udara.
***

Nah, baiklah kawan. Ini adalah beberapa tips buat kamu jika ingin membeli buku ini. Check it out!
Antologi Cerpen "DI BALIK BIRUNYA LANGIT NORWEGIA"
Penerbit : Sakha Press
Halaman : 210
Penulis : Pinkan Karunia, Alawy Syaiful, Elyza Mayang Sari, Dita Rosa Utami, Zainul Muttaqin, Khairul Umam, Faiqoh Bahjah
Harga : Rp. 25.000 (Belum Ongkir)

"Karena cinta kami sederhana, tak perlu menguasai bumi,
tak perlu membelah langit, tak perlu mengambil bintang,
bahkan tak perlu memeluk rembulan.
Cinta kami sederhana, hanya membutuhkan kejujuran,
ketulusan, pengorbanan, dan kepercayaan.
karena kami saling mencintai dan bukan untuk saling menguasai."

Info Pemesanan : 0818324484 || 2B0F1EC8
Atau bisa melaui distributor-distributor online Sakha Press.
Alamat Kantor : Jl. Ghazali No 97 Pamekasan, Madura.
 


Komentar

Postingan Populer