God schiep de Aarde, maar Nederlanders schiepen Nederland
Hujan
merinai lembut. Pada saat itu, setiap bibir menyenandungkan Tikke-Tikke Regen
sambil mata menengadah ke langit. Namun, musim dingin membawa gejala yang lebih
besar. Hujan yang merintik berubah kejam—menebah ke bumi Kikkerland tanpa
ampun. Kekuatan alam menggila. Langit kelam menyuram. Ombak meletup di
sepanjang pesisir. Sedangkan angin menderu-deru mengoyak pepohonan.
Tanggal 31 Januari 1953, merupakan
awal kekelaman yang menggenangkan kenangan pahit pada warga Belanda. Permukaan
Laut Utara naik sampai 30 meter. Tanpa belas kasih, air bah yang hampir membeku
itu menghajar daratan Zeeland, provinsi di ujung selatan Belanda. Dampak yang ditimbulkan pun sangat masiv.
Kurang lebih sekitar 1835 nyawa melayang, 110 ribu penduduk di ungsikan, 200
hektare lahan pertanian hancur lebur, 47 ribu bangunan luluh-lantak, 67 tanggul
jebol tanpa daya, dan dua desa dinyatakan hilang dari peta.
Dari
sanalah, warga Belanda bersumpah untuk tidak lagi mau di hajar banjir. Dalam
riwayatnya, Belanda memang langganan dan menjadi sasaran empuk bagi ombak
lautan untuk mengguyurkan airnya. Bahkan, banjir hampir selalu menggebrak
Belanda disetiap abadnya. Sebut saja The Saint Aechtens’s Day Flood (1288), The
Saint Elizabeth’s Day Flood (1404 dan 1421),The Saint Felix’s Day (1530), All
Saint Elizabeth’s Day Flood (1570), dan termasuk yang paling baru: Banjir 1953.
Mengapa banjir di Belanda bisa
sedemikian besar? Maklum saja. Belanda atau Netherlands, sejatinya berasal dari
kata “nieder” yang artinya rendah, dan “land” yang berarti tanah. Negara ini
memiliki sebagian besar tanah yang berada di bawah permukaan air laut. Jika di
ukur, Belanda
hanya memiliki luas tanah yang setara dengan lima kali kota Jakarta. Akan
tetapi, Belanda yang memiliki luas tanah sebesar 41,526 km2 ini dapat menjaga
jati dirinya sebagai negara yang kaya kreativitas.
Tak dapat di pungkiri,
bahwa luapan besar banjir 1953 itu dapat merendam seluruh Belanda. Akan tetapi,
tidak dengan semangat para manusianya. Banyak upaya yang dilakukan Belanda agar
tak terulang lagi kenangan pahit itu, salah satunya dengan di buatnya rencana
pembangunan sejumlah bendungan yang di kenal dengan Proyek Delta.
Secara bertahap, tiga belas bendungan raksasa dibangun
dalam tempo 39 tahun. Bendungan yang pertama di bangun pada tahun 1958 di
Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur Rotterdam. Setelah itu, di bangunlah
bendungan The Ooster Dam (The Oosterschelden Stormvloedkerig). Bendungan ini
membentengi seluruh Zeeland yang langsung berhadapan dengan Laut Utara. Tanggul
ini begitu luar biasa. Konstruksinya yang teramat rumit membuatnya disebut
sebagai bendungan dengan rancang bangun paling kompleks yang pernah dibuat manusia. The Economist pun menjulukinya
sebagai “Miracle of the Netherlands”.
Silahkan simak detail bangunannya. Panjang tanggulnya
hampir mencapai 11 kilometer. Serta terdapat 64 dermaga di sepanjang tanggl.
Setiap dermaga berukuran sebesar gereja katedral dan beratnya setara dengan
gabungan 180 buah mobil. Lantas, ada 62 pintu air yang menggantung kolosal di
setiap dermaga—total ada 3968 pintu air yang bisa dibuka tutup berdasar
kebutuhan. Waw, sulit dipercaya jika manusia yang membuatnya!
Lalu, bendungan terakhir yang selesai di bangun adalah
The Maeslantkerig pada 1997 ang dibangun di muara Nuewe Waterweg, kanal yang
menjadi gerbang masuk ke pelabuhan Rotterdam. Tanggul ini terdiri dari dua
lengan raksasa dengan panjang masing-masing 300 meter. Lengan ini dapat membuka
tutup secara otomatis lewat bantuan komputer apabila ada badai dari Laut Utara
yang berada di ketinggian tiga meter.
Kita semua tahu, bahwa
dataran yang ada di Negeri Orange ini merupakan perairan yang di keringkan.
Salah satu symbol ikonik dari Belanda, yaitu kincir angin, mempunyai tugas
untuk memompa air dari polder yang kemudian di alirkan ke sungai. Belanda
memang tak pernah henti di dalam memahami alam. Keterbatasan wilayah, dan letak
tanah di bawah permukaan laut justru menjadi pendorong terciptanya inovasi
paling mutakhir yang berasal dari negeri ini. Saking terkenalnya kehebatan
Belanda dalam bidang ini, sampai-sampai muncullah pepatah God schiep de
Aarde, maar Nederlanders schiepen Nederland—‘Tuhan memang menciptakan bumi,
tetapi orang Belanda sanggup menciptakan daratan’.
Salah satu teknik
perluasan wilayah Belanda adalah dengan menggunakan metode Zand Motor,
ataulebih dikenal sebagai Sand Engine. Metode yang telah dipraktikkan di Sungai
Ter Heijde di tahun 2011 ini merupakan inovasi untuk melindungi wilayah di
pesisir. Strategi yang digunakan pun merujuk pada pengerukan pasir besar-besaran
dilepas pantai untuk menciptakan semenanjung pasir yang baru di sekitar
pesisir. Awalnya, semenanjung baru itu dibuat
menyerupai kait. Selanjutnya, tugas manusia adalah menunggu sembari
memantau perkembangan dari semenanjung ini. Biarkan angin, ombak dan arus air
yang berjibaku mengokohkan proyek senilai 70 juta euro ini. Karena mereka
jugalah, proyek Zand Motor ini di anggap sebagai proyek ramah lingkungan dengan
sebutan “Building with Nature”. Lalu, secara periodik—semenanjung berbentuk
kait tadi akan bergeser hingga terciptalah pesisir yang kuat dan sempurna.
Faktanya, negeri Kikkerland ini juga ahli di dalam pembuatan
pulau. Sebut saja Pulau Tulip, Pulau Solar Almere dan Noordereiland yang
terletak berpisah dari Kota Rotterdam.
Rencana pembuatan Pulau
Tulip garapan Van Oord itu bukannya tanpa sebab, melainkan karena beberapa
pertimbangan di antaranya: untuk
membentengi wilayah garis pantai utara dari arus pasang laut, mengatasi kepadatan penduduk serta
sebagai lahan pertanian dan suaka margasatwa.
Sedangkan Pulau Solar Almere,
merupakan pulau yang dikhususkan sebagai lahan untuk pemanenan listrik dari sel
surya. Dari waktu ke waktu, Belanda memang sangat memukau di kancah
Internasional sebagai peringkat
ke-4 dalam aplikasi paten untuk energy sel surya. Dan Pulau Solar Almere inilah
bukti nyata dari kemajuan tersebut
Lalu ada Noordereiland, sebuah pulau buatan kecil padat penduduk yang berlokasi
di tengah Sungai Nieuwe Maas. Untuk mencapai pulau yang dibangun tahun 1800-an
tersebut, pengunjung cuma bisa melewati dua jembatan yaitu Willemsbrug atau
Koninginnebrug.
Selain Belanda dengan pulau-pulaunya, ada pula sebuah teknologi pembuat
trotoar yang super praktis yang terlahir dari Belanda, Tiger Sone. Jika umumnya
pembuatan trotoar itu memerlukan pekerja dengan jumlah banyak, serta memakan
waktu berhari-hari—maka berbeda dengan Tiger Stone. Nah, untuk mengatasi
kerumitan yang ada pada pembuatan trotoar, perusahaan Vanku BV Belanda
menciptakan penemuan spektakuler untuk mengurangi beban pekerja bahkan hingga
80%! Selain praktis, yang menjadikannya menarik adalah bahwa motorik mesin ini
digerakkan oleh listrik. Sehingga Tiger Stone menawarkan ketenangan dan
tentunya ramah lingkungan. Meski di anggap revolusioner, namun mesin ini tetap
membutuhkan 3 hingga 4 orang untuk memasukkan batu-bata ke dalam mesin. Dalam
sehari, ia dapat menciptakan jalur trotoar seluas 300 meter persegi! Wah, jauh
sekali perbedaannya dengan praktik manual kan?
#Holland Writing Competition 2015
Komentar
Posting Komentar