Be Yourself? Tepatkah? (Was it absolutely right?)
Manusia sebagai makhluk sosial terlahir ke dunia sebagai citra karakter yang berbeda-beda.Ibarat pelangi ia bagaikan spektrum jiwa, pola pikir, dan selera yang memantulkan warna bervariasi. Sedangkan, warna sendiri ada yang memiliki makna gelap dan terang.
Perbedaan seringkali menimbulkan perpecahan lantaran setiap individu memiliki egoismenya masing-masing. Namun, jangan salah. Seringkali perbedaan juga lah yang membuat sebuah "rumah" dapat berdiri tegak. Bayangkan jika semua komponen dalam rumah adalah pondasi, maka sebuah rumah tak akan berdiri sampai kapanpun. Apalagi jika semua rumah adalah atap, maka ia juga tak akan pernah berdiri di atas lantaran tidak ada dinding ataupun tiang yang menyangganya.
Jadi, menurutmu bagaimanakah perbedaan itu?
Baiklah, silahkan jawab pendapat teman sekalian di dalam hati saja ya. Karena, sesuai judul yang mengepalai posting kali ini, saya akan lebih membahas terhadap bagaimana seharusnya cara kita dalam menafsirkan maupun menerapkan "Be Yourself".
***
Bagi anak-anak usia sekolah, khususnya usia SMP maupun SMA. Masa-masa perkembangan tidak hanya dihabiskan dengan mencari ilmu atau bermain saja. Namun, juga merupakan masa pencarian jati diri. Keberagaman yang mulai terlihat dan juga cara berpikir yang belum matang, seringkali memicu aksi kekerasan sosial seperti bullying atau sejenisnya. Bullying adalah perilaku penindasan terhadap orang yang lebih lemah. Tidak hanya lemah, namun seseorang yang dianggap berbeda juga sering menjadi sasarn bully.
Bullying juga merupakan bagian dari kasus deskriminasi |
Efek umum dari kegiatan bullying adalah kehilangan jati diri. Mengapa? Karena seseorang akan berusaha merubah bentuk aslinya agar dapat diterima oleh kalangan bergaulnya. Padahal, menghilangkan jati diri adalah sesuatu yang sulit bahkan mustahil untuk berganti sepenuhnya. Imbasnya juga sangat negatif. Orang akan cenderung berperilaku bodoh hanya untuk merubah "jiwa"nya sendiri. Padahal, hidup ini kita persembahkan untuk siapa? Orang yang membully kita? Absoutely NO! Dan dimulai dari situlah sejarah istilah "Be Yourself" hadir untuk menjadi obat penenang bagi para remaja, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
***
Berawal dari sana, seolah istilah Be Yourself menjadi penyemangat dalam berekspresi. Beberapa mulai berani menunjukkan aksen-aksen dirinya, baik positif maupun negatif.
"I don’t care what you think about me. I don’t think about you at all"- Coco Chanel
Namun guys, beberapa orang justru terlalu over dalam berekspresi. Segala norma sosial, dan agama seolah dilabrak oleh orang-orang yang over ini. Akibatnya, justru akan berdampak negatif. Segalanya membutuhkan keseimbangan. Jangan kurang dan berlebihan. Hal ini jugalah, yang memicu munculnya standar "Relativisme".
***
Doktrin relativisme mulanya berasal dari Protagoras (490 SM-420 SM), tokoh Sophis Yunani terkemuka abad 5 SM. Ia termasuk salah seorang sofis pertama dan juga yang paling terkenal. Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal sebagai orator dan pendebat ulung. Ditambah lagi, ia terkenal sebagai guru yang mengajar banyak pemuda pada zamannya. Ia berprinsip bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things). Manusia yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai individu. Dengan demikian, pengenalan terhadap sesuatu bergantung pada individu yang merasakan sesuatu itu dengan panca indranya. Contohnya bagi orang sakit, angin terasa dingin. Sedangkan bagi orang sehat, angin itu terasa panas. Di sini kedua orang tersebut benar, sebab pengenalan terhadap angin berdasarkan keadaan fisik dan psikis orang-orang tersebut.
Di zaman Barat postmodern doktrin ini dicetuskan oleh F. Nietzsche dengan doktrin yang disebut nihilisme yang intinya adalah relativisme. Kemudian relativisme berkembang pada peradaban modern yang didasarkan atas dasar rasionalisme, materialisme, positivisme, evolusonisme dan hedonisme. Paham ini selalu terkait dengan masalah etika, agama dan kebudayaan. Pada abad ke-20 paham ini mendapat dukungan dari ahli-ahli antropologi dan pengajian kemanusiaan seperti Ruth Benedict, Edward Westermarck, Hans Reihenbach dan lain-lain.
Dalam bukunya Ethical Judgment, Edel memperinci beberapa faktor suburnya relativisme pada abad ke-20. Pertama, pandangan bahwa peradaban dan kebudayaan, begitu pula agama, sebenarnya hanya buatan manusia. Dan manusia, menurut Darwin, adalah bagian daripada dunia hewan. Kebenaran tidak pernah diperoleh manusia dari Tuhan, kerana Tuhan itu tidak dikenali serta nun jauh di sana dan tidak pernah ada hubungannya dengan manusia.
Kedua, dalam kehidupan politik, manusia modern mengukur baik dan buruknya tindakan politik hanya berdasarkan ukuran dimilikinya kekuasaan. Cara pandang ini dipengaruhi oleh perkembangan ilmu politik itu sendiri. Sejak Machiavelli sampai Marx dan Lenin, terus hingga masa kini, yang dijadikan perhatian ialah bagaimana merebut dan meraih kekuasaan. Kekuasaan dijadikan tujuan dan dipergunakan sebagai sarana dalam upaya memahami perjuangan manusia di lapangan sosial.
Ketiga, Teori ekonomi dan pandangan psikologi modern juga tidak kurang pentingnya dalam ikut menyuburkan relativisme, seperti misalnya teori Pavlov, Karen Horney dan Abram Kardiner.
Keempat, Relativisme juga muncul kerana manusia tidak lagi mengetahui jalan yang bisa menghubungkan dirinya dengan sumber-sumber kebenaran, sedangkan citra dirinya dan hubungannya dengan sumber-sumber kebenaran telah dikaburkan oleh pandangan yang menempatkan dirinya tidak lebih tinggi dari hewan bahkan benda.
***
Bagaimana? Sudah paham dengan standar relativitas? Oke, saya akan memberikan contoh. Simak dengan baik.
Menurut kalian, membunuh orang tua merupakan perbuatan baik atau tidak? Secara sosial saja, perbuatan ini telah dianggap menyimpang, apalagi secara agama. Namun, faktanya berbeda dengan suku Eskimo. Menurut mereka, membunuh orang tua ketika orang tua mereka sakit adalah suatu tanda bakti seorang anak kepada orang tua. Ringkasnya, mereka mengakhiri penderitaan orang tua mereka lantaran kedinginan.
Sudah paham?
Contoh kedua, LGBT yang sudah legal di Amerika merupakan salah satu contoh relativisme. Mereka berupaya mengekspresikan apa yang menurut mereka disebut hak asasi untuk mencintai dan berkeluarga. Apabila kita bawa budaya ini ke negara Timur Tengah, maupun negara-negara yang masih menjunjung nilai moral, tentu saja kasus seperti ini tidak benar.
Jadi, sudah paham tentang relativisme? Jadi relativisme adalah kebenaran oleh suatu kelompok tanpa harus memerhatikan kelompok lain.
Salahkah? Lantas kalau salah, apa yang harus kita anut? Bukankah kita hidup di dunia ini memerlukan peraturan?
Manusia tanpa peraturan akan mengalami kekacauan. Bayangkan jika setiap negara tetap mempertahankan ego masing-masing? Bukankah "perdamaian dunia" tak akan terjadi?
Oleh karena itu, kita memerlukan standar Universal. Al-Qur'an adalah salah satu rujukan terbaik. Ia dibaca dan tersimpan dalam ingatan kuat para hafidz di seluruh dunia. Tak memandang suku, bangsa, dan bahkan agama. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Ali Imron ayat 103, Allah SWT berfirman:
103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.Standar relativisme telah mengakar kuat pada peradaban manusia, terlebih pengaruhnya terhadap bangsa barat. Oleh karena itu, perlu kita mencermati bagaimana standar universal adalah standar yang paling tepat kita aplikasi.
Fakta, tidak ada seorangpun di dunia ini yang suka ditampar. Betul kan? Bayangkan jika anda pergi ke pasar, terus ada orang meninju anda dengan maksud sebagai ucapan terima kasih. Pasti semua orang di dunia ini tidak ada yang suka ditinju--apalagi atas nama ucapan terima kasih.
Be Yourself merupakan istilah bahasa inggris yang tentu saja tidak murni berasal dari bangsa Indonesia. Bisa jadi, ia juga merupakan kerabat dari standar relativisme yang menyelinap lembut ke dalam lapisan masyarakat kita. Kalau "Be Yoursself" adalah relativ, lantas apa istilah yang universal?
BE THE BEST! Ya, itulah kata yang tepat bagi kita untuk maju berkembang dan mengekspresikan diri secara positif.
Sebagaimana istilah yang termaktub dalam ayat Al-Qur'an, fastabiqul khoirat. Berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Lantas, sudah siapkah kamu melakukan yang terbaik dalam keseharian?
Komentar
Posting Komentar